In general land is a type of assets that is not depreciated, because of its indefinite useful life.
But as mentioned on IFRS 16/ PSAK 16 Par. 58 there are some type of land that needs to be depreciated because its limited useful life and those are land use for quarries and sites used for landfill (TPA Sampah).
PSAK 1 Penyajian Laporan Keuangan menjelaskan bahwa klasifikasi beban pada Laporan Laba Rugi terbagi menjadi 2 metode, yaitu:
Klasifikasi beban berdasarkan sifat
Klasifikasi beban berdasarkan fungsi
Dari penjelasan di atas, pasti akan timbul pertanyaan, “Bagaimana kita dapat menentukan harus menggunakan klasifikasi berdasarkan sifat atau fungsi?”
PSAK 1 paragraf 99 mempersilahkan entitas untuk memilih sendiri klasifikasi beban mana yang cocok bagi entitas, selama klasifikasi tersebut dapat menyediakan informasi yang andal dan lebih relevan. Untuk dapat menentukannya, simak penjelasan di bawah ini!
Klasifikasi Beban berdasarkan Sifat
Berdasarkan paragraf 102 dalam metode “sifat beban”, Entitas menggabungkan beban dalam laba rugi berdasarkan sifatnya (sebagai contoh, depresiasi, pembelian bahan baku, biaya transportasi, imbalan kerja dan biaya iklan), seperti contoh pada gambar di bawah.
Klasifikasi berdasarkan sifat memberikan informasi atas beban yang dikeluarkan terkait pencapaian aktivitas bisnis Entitas, seperti biaya material (bahan baku), beban pegawai (imbalan kerja), beban peralatan (depresiasi) atau beban aset tidak berwujud (amortisasi), tanpa referensi bagaimana beban tersebut dialokasikan ke dalam fungsi-fungsi dalam bisnis.
Metode ini berguna bagi pengguna laporan keuangan untuk memprediksi arus kas di masa depan, hanya dengan melihat muka Laporan Laba Rugi, sehingga tidak diwajibkan untuk mengungkapkan informasi tambahan dalam laporan keuangan.
Jika dilihat berdasarkan sektor, metode ini umumnya digunakan oleh entitas jasa. Metode pengungkapan ini biasanya digunakan dalam Laporan Laba Rugi single-step pada entitas kecil dimana metode ini relatif lebih praktis dan mudah untuk diimplementasikan. Namun, bagi entitas besar, metode ini mungkin akan menjadi tidak praktis karena beban yang lebih bervariasi.
2.Klasifikasi Beban berdasarkan Fungsi
Berdasarkan paragraf 103 dalam metode “fungsi beban”, entitas mengklasifikasikan beban sesuai dengan fungsinya sebagai bagian dari biaya penjualan atau, sebagai contoh, biaya aktivitas distribusi atau administratif. Sekurang-kurangnya entitas harus mengungkapkan biaya penjualan secara tersendiri, terpisah dari beban lainnya, seperti contoh pada gambar di bawah ini.
Satu garis fungisonal beban dapat terdiri dari berbagai macam variasi beban, misalnya biaya penjualan mungkin mengombinasikan biaya bahan baku dan biaya pegawai. Pengklasifikasian setiap beban ke dalam satu fungsi beban mensyaratkan pertimbagan yang matang dari manajemen.
Metode ini juga mewajibkan pengungkapan tambahan tentang sifat beban. Berdasarkan paragraph 105, hal ini disebabkan karena pengungkapan berdasarkan sifat beban dapat bermanfaat dalam memprediksi arus kas masa depan, maka pengklasifikasian berdasarkan fungsi harus menambahkan pengungkapan tersebut untuk dapat memiliki nilai prediktif.
Pada akhirnya, pengklasifikasian beban berdasarkan fungsi pada Laporan Laba Rugi juga akan mengungkapkan pengklasifikasian beban berdasarkan sifat pada catatan atas laporan keuangan. Dengan pengungkapan yang lebih lengkap, metode ini menjadi lebih relevan bagi pengguna.
Berdasarkan ketentuan OJK VIII.G.7 mengenai Pedoman Penyajian Laporan Keuangan, Laporan Laba Rugi harus disajikan secara fungsional, namun dapat menggunakan metode sifat untuk industri tertentu.
Untuk dapat memilih antara kedua metode klasifikasi di atas, Anda diharuskan untuk memiliki analisis berdasarkan faktor historis dan industri serta sifat entitas, karena setiap metode penyajian memiliki manfaat untuk jenis entitas yang berbeda.
Perubahan Metode Penyajian Laporan Keuangan
Penyajian laporan keuangan diharuskan untuk konsisten, baik dalam penyajian maupuan pengklasifikasian pos-pos. Namun, tidak menutup kemungkinan bagi entitas untuk melakukan perubahan.
Berdasarkan paragraf 45, penyajian dan klasifikasi pos-pos dalam laporan keuangan antar periode dilakukan secara konsisten, kecuali:
Setelah terjadi perubahan yang signifikan terhadapt sifat operasi entitas atau kajian ulang atas laporan keuangan, terlihat secara jelas bahwa penyajian atau pengklasifikasian yang lain akan lebih tepat untuk digunakan dengan mempertimbangkan kriteria untuk penentuan dan penerapan kebijakan akuntansi dalam PSAK 25: Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan; atau
Perubahan tersebut disyaratkan oleh suatu PSAK.
Perubahan metode penyajian dan klasifikasi tidak semerta-merta dapat dilakukan. Atas perubahan tersebut harus ada dasar yang kuat berdasarkan hasil kajian manajemen. Satu-satunya tujuan dari perubahan tersebut adalah untuk menyediakan informasi yang andal dan lebih relevan bagi pengguna.
Bagi entitas yang melakukan perubahan dalam penyajian laporan keuangan, berdasarkan paragraph 41 dan 42, enititas harus mereklasifikasi jumlah komparatif kecuali reklasifikasi tersebut tidak praktis untuk dilakukan.
Dalam beberapa keadaan, reklasifikasi informasi komparatif memang tidak praktis dilakukan. Sebagai contoh, entitas mungkin belum mengumpulkan data dalam periode sebelumnya yang memungkinkan untuk melakukan reklasifikasi, dan mungkin tidak praktis untuk menyusun kembali informasi tersebut.
Jika entitas mereklasifikasi jumlah komparatif, maka entitas mengungkapkan:
Sifat reklasifikasi;
Jumlah setiap pos atau kelas pos yang direklasifikasi; dan
Alasan reklasifikasi.
Jika reklasifikasi jumlah komparatif tidak praktis untuk dilakukan, maka entitas mengungkapkan:
Alasan tidak mereklasifikasi jumlah tersebut, dan
Sifat penyesuaian yang seharusnya dilakukan jika jumlah tersebut direklasifikasi.
—
Sumber:
Ikatan Akuntan Indonesia. (2021). Standar Akuntansi Keuangan – PSAK 1: Penyajian Laporan Keuangan.