Latar Belakang Peraturan: Peraturan ini diterbitkan untuk memberikan keadilan dan kepastian hukum bagi Wajib Pajak, serta meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan simplifikasi regulasi perpajakan. Tujuan utama adalah menyempurnakan ketentuan terkait tata cara pembetulan, keberatan, pengurangan, penghapusan, dan pembatalan di bidang perpajakan sesuai dengan perubahan perundang-undangan yang berlaku, termasuk penyesuaian terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022.
Pokok Pengaturan: Beberapa pokok perubahan yang diatur dalam peraturan ini adalah:
- Pembaruan tata cara pembetulan, termasuk perbaikan kesalahan tulis, hitung, dan penerapan ketentuan perpajakan.
- Pengaturan tata cara pengajuan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak dan surat pajak lainnya.
- Tata cara pengurangan, penghapusan sanksi administratif, serta pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar.
- Pengaturan mengenai Surat Keputusan Pembetulan yang dilakukan baik atas permohonan Wajib Pajak maupun secara jabatan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Peraturan yang Digantikan:
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi.
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2013 dan perubahan-perubahannya terkait tata cara pengajuan dan penyelesaian keberatan.
- Peraturan Menteri Keuangan lainnya yang terkait dengan tata cara pengajuan keberatan, penghapusan sanksi administrasi, dan pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar.
Sanksi: Sanksi yang diatur dalam peraturan ini mencakup denda administratif sebesar 30% dari jumlah pajak yang masih harus dibayar jika keberatan Wajib Pajak ditolak atau hanya dikabulkan sebagian. Sanksi ini juga berlaku jika terjadi penambahan jumlah pajak yang harus dibayar berdasarkan Surat Keputusan Keberatan.
Tanggal Berlaku: Peraturan ini mulai berlaku setelah diundangkan pada tahun 2024. Tidak ada informasi spesifik tentang tanggal berlakunya, tetapi biasanya peraturan ini berlaku sejak tanggal diundangkan.
Persiapan bagi Pelaku Usaha: Para pelaku usaha harus:
- Menyesuaikan proses administrasi perpajakan dengan peraturan baru ini, khususnya dalam hal pengajuan keberatan dan pembetulan.
- Memastikan bahwa seluruh dokumen perpajakan tersimpan dengan baik, karena Direktorat Jenderal Pajak dapat meminta informasi tambahan untuk proses keberatan atau pembetulan.
- Menyiapkan strategi dan tim khusus untuk menangani keberatan dan pembetulan perpajakan guna menghindari sanksi administratif.
Peraturan ini penting bagi Wajib Pajak dan konsultan pajak untuk menghindari sanksi administratif dan mengajukan keberatan dengan prosedur yang benar.
Beberapa contoh penerapan yang diatur dalam peraturan ini adalah:
Pembetulan Surat Ketetapan Pajak: Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembetulan atas Surat Ketetapan Pajak (SKP), Surat Tagihan Pajak, dan keputusan lainnya jika terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, atau kekeliruan penerapan ketentuan perpajakan. Misalnya, jika terjadi kesalahan penulisan nama, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), atau salah menghitung jumlah pajak yang harus dibayar.
Contoh: Jika dalam SKP terdapat kesalahan hitung yang mengakibatkan jumlah pajak lebih tinggi dari yang seharusnya, Wajib Pajak bisa mengajukan pembetulan dengan menunjukkan bukti kesalahan hitung tersebut.
Pengajuan Keberatan: Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas SKP yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Keberatan hanya bisa diajukan atas pokok materi seperti jumlah pajak yang ditetapkan, jumlah kerugian yang dihitung, atau jumlah pajak yang dipotong oleh pihak ketiga.
Contoh: Jika Wajib Pajak merasa jumlah pajak terutang dalam SKP terlalu tinggi karena terjadi kesalahan dalam perhitungan penghasilan kena pajak, mereka bisa mengajukan keberatan untuk meminta peninjauan kembali.
Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administratif: Wajib Pajak dapat meminta pengurangan atau penghapusan sanksi administratif yang dikenakan akibat keterlambatan pembayaran atau pelanggaran lain, jika sanksi tersebut dikenakan karena kesalahan administratif bukan karena kelalaian Wajib Pajak.
Contoh: Jika Wajib Pajak terlambat membayar pajak karena kesalahan sistem administrasi pajak, mereka dapat mengajukan permohonan untuk penghapusan denda administratif yang dikenakan akibat keterlambatan tersebut.
Pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang Tidak Benar: Direktorat Jenderal Pajak dapat membatalkan SKP yang diterbitkan jika ditemukan bahwa SKP tersebut tidak benar, baik karena kesalahan dalam penerapan ketentuan atau dalam penghitungan pajak.
Contoh: Jika SKP diterbitkan tanpa proses pemeriksaan yang sah atau tanpa pemberitahuan hasil pemeriksaan, SKP tersebut bisa dibatalkan karena dianggap tidak sah menurut ketentuan.
Penyesuaian Tata Cara Pelaksanaan Keberatan: Peraturan ini juga menetapkan tata cara rinci untuk pelaksanaan keberatan, mulai dari pengajuan keberatan, penelitian oleh Direktorat Jenderal Pajak, hingga penyelesaian keberatan. Keberatan harus disertai dengan dokumen yang lengkap dan alasan yang jelas terkait jumlah pajak yang diperselisihkan.
Contoh: Jika Wajib Pajak mengajukan keberatan atas SKP Pajak Penghasilan (PPh) karena merasa jumlah kredit pajak yang dikurangkan terlalu rendah, mereka harus menyertakan bukti-bukti pembayaran pajak dan perhitungan pajak yang menurut mereka benar.
Dengan pokok-pokok pengaturan tersebut, peraturan ini bertujuan untuk memberikan keadilan bagi Wajib Pajak sekaligus memastikan agar proses keberatan dan pembetulan dilakukan secara transparan dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Berikut adalah salinan lengkap dari PMK No. 118 Tahun 2024: