# **Mitigasi Risiko Perpajakan: Studi Kasus Putusan Pengadilan Pajak No. PUTP1-003342.16/2022/PP/M.IIIA atas SKPLB PPN**
## **Dasar Rangkuman**
– **Nomor Putusan**: PUTP1-003342.16/2022/PP/M.IIIA
– **Tahun Keputusan**: 2025
## **Duduk Perkara**
Kasus ini bermula dari keberatan wajib pajak atas Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Singosari. Dalam perkara ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bertindak sebagai Terbanding, sedangkan wajib pajak sebagai Pemohon Banding.
Wajib pajak mengajukan permohonan banding ke Pengadilan Pajak terhadap SKPLB yang diterbitkan karena merasa bahwa penghitungan DJP yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak tidak sesuai. Pengadilan Pajak sebelumnya telah mengeluarkan putusan No. PUT-003342.16/2022/PP/M.IIIA Tahun 2023 yang memutuskan pembatalan koreksi yang dilakukan oleh DJP. Namun, setelah itu, DJP mengajukan permohonan pembetulan karena ditemukan adanya kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dalam putusan tersebut.
Permohonan pembetulan ini diajukan berdasarkan hasil verifikasi yang mengindikasikan adanya perbedaan angka dalam perhitungan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) dan PPN yang kurang/(lebih) bayar yang dapat mempengaruhi tindak lanjut penyelesaian pajak sesuai putusan sebelumnya. Oleh karena itu, DJP meminta Pengadilan Pajak untuk melakukan pembetulan putusan.
## **Pokok Sengketa**
Pokok sengketa dalam perkara ini adalah adanya kesalahan dalam perhitungan yang mempengaruhi nominal Dasar Pengenaan Pajak (DPP) dan nilai PPN yang kurang/(lebih) bayar dalam putusan sebelumnya. Berikut adalah beberapa poin utama yang disengketakan:
1. **Perbedaan dalam Dasar Pengenaan Pajak**
– Menurut DJP: Rp19.178.498.743
– Setelah koreksi oleh Pengadilan Pajak:
– Sebelumnya: Rp10.119.380.413
– Seharusnya: Rp10.145.932.120
2. **Perhitungan PPN yang kurang/(lebih) bayar**
– Putusan sebelumnya: Pajak Kurang Bayar sebesar **(Rp 505.658.125)**
– Seharusnya: **(Rp 502.666.861)**
3. **PPN yang masih harus dibayar**
– Putusan sebelumnya: Rp0 (seolah tidak ada kurang bayar)
– Seharusnya: Rp2.991.264
4. **Pengenaan sanksi administrasi**
– Sebelumnya tidak diperhitungkan secara tepat
– Seharusnya terdapat kenaikan sesuai Pasal 13 ayat (3) UU KUP sebesar Rp2.991.264
– Jumlah yang harus dibayar oleh wajib pajak akibat kesalahan penulisan: Rp5.982.528
Kesalahan pencatatan ini menjadi bahan koreksi yang diajukan DJP melalui permohonan pembetulan.
## **Pertimbangan Hukum**
Pengadilan Pajak dalam mempertimbangkan perkara ini mengacu pada Pasal 66 ayat (1) huruf c Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, yang memberikan wewenang untuk melakukan pembetulan atas putusan yang mengandung **kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung**.
Fakta yang menjadi dasar pertimbangan utama pengadilan:
1. Terdapat perbedaan angka dalam perhitungan putusan sebelumnya yang menyebabkan kesalahan dalam menentukan besaran pajak lebih bayar maupun kewajiban yang masih harus dibayarkan.
2. DJP membuktikan bahwa terdapat kesalahan pencatatan dalam putusan Pengadilan Pajak yang dapat berdampak pada eksekusi teknis pembayaran pajak sesuai ketetapan pajak yang seharusnya berlaku.
3. **Permohonan pembetulan ini bukan untuk mengubah substansi putusan sebelumnya**, melainkan hanya untuk memperbaiki angka yang salah hitung atau salah tulis.
## **Keputusan Mengadili**
Pengadilan Pajak memutuskan untuk menerima permohonan pembetulan dan melakukan koreksi terhadap putusan sebelumnya, dengan hasil sebagai berikut:
1. Mengubah perhitungan Dasar Pengenaan Pajak dari **Rp10.119.380.413** menjadi **Rp10.145.932.120**
2. Menyesuaikan nilai PPN yang kurang/(lebih) bayar dari **(Rp 505.658.125)** menjadi **(Rp 502.666.861)**
3. Menetapkan bahwa ada PPN yang masih harus dibayar sebesar **Rp2.991.264**
4. Menambahkan sanksi administrasi Pasal 13 ayat (3) UU KUP sebesar **Rp2.991.264**
5. Total jumlah PPN yang masih harus dibayar adalah **Rp5.982.528**
## **Pelajaran yang Dapat Diambil Wajib Pajak**
Kasus ini menyoroti beberapa pelajaran penting bagi dunia usaha dalam menghadapi pemeriksaan pajak dan upaya hukum di Pengadilan Pajak:
1. **Ketelitian dalam Perhitungan Pajak**
Kesalahan dalam pengisian atau pencatatan angka, meskipun kecil, dapat berdampak besar terhadap kewajiban pajak. Oleh karena itu, perusahaan harus memastikan bahwa perhitungan pajaknya dilakukan dengan akurat sebelum mengajukan permohonan keberatan atau banding.
2. **Pentingnya Audit Internal Sebelum Mengajukan Sengketa Pajak**
Sebelum membawa sengketa ke Pengadilan Pajak, disarankan bagi wajib pajak untuk melakukan audit internal terhadap seluruh perhitungan pajaknya guna menghindari argumentasi yang dapat dipatahkan dalam persidangan.
3. **Tindak Lanjut Putusan Pengadilan Pajak Harus Diperhatikan**
Setelah menerima putusan Pengadilan Pajak, wajib pajak tidak boleh langsung menganggap penyelesaian sudah tuntas. Pastikan angka-angka yang tercantum dalam putusan sudah sesuai, karena kesalahan perhitungan bisa berakibat pada ketetapan pajak yang masih harus dibayar.
4. **Kesiapan Menghadapi Proses Pembetulan**
Putusan Pengadilan Pajak tidak selalu final dalam arti bebas dari revisi. Jika ditemukan kesalahan tulis ataupun hitung, wajib pajak harus siap menghadapi proses pembetulan dan memahami bahwa hal ini dimungkinkan dalam sistem hukum pajak di Indonesia.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa wajib pajak tidak hanya perlu memahami regulasi pajak tetapi juga harus memiliki perhatian lebih terhadap aspek teknis dalam pengajuan keberatan atau banding. Ketelitian dalam pencatatan dan koordinasi yang baik dengan konsultan pajak dapat menghindari dampak yang tidak diinginkan.