Perlakuan Akuntansi Hak Atas Tanah di Indonesia Pasca dicabutnya ISAK 25: Hak Atas Tanah

Dengan akan berlakunya PSAK 73: Sewa pada 1 Januari 2020, berarti juga tidak akan berlakunya lagi ketentuan dalam ISAK 25: Hak Atas Tanah karena implementasi IFRS 16 menjadi PSAK 73 di Indonesia mencabut ketentuan ISAK 25.

Lalu bagaimana perlakuan akuntansi untuk sewa atas tanah jika ISAK 25 dicabut?, apakah itu berarti bahwa seluruh sewa atas tanah harus diakui menggunakan PSAK 73?

Untuk menjawab hal ini kita harus membuka dasar kesimpulan yang disampaikan oleh DSAK IAI pada saat mencabut ketentuan dalam ISAK 25 di Indonesia yang tersedia pada paragraf DK02 – DK10.

Perlu diketahui bahwa ISAK 25 dulunya dimaksudkan untuk mengatur perlakuan akuntansi tanah yang dimiliki oleh entitas dalam bentuk hak atas tanah yang bersifat sekunder seperti Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Pakai. ISAK 25 diterbitkan supaya terdapat keseragaman perlakuan akuntansi atas tanah di Indonesia.

Lalu standar akuntansi apa yang dipakai ketika terdapat suat kontrak yang tidak mengalihkan hak atas tanah, apakah transaksi sewa atau transaksi pembelian tanah? Ketika itu adalah transaksi sewa maka harus dicatat dengan menggunakan PSAK 73, ketika itu pembelian tanah maka pembeli mencatat dengan menggunakan PSAK 16.

DSAK IAI mencermati bahwa beralihnya pengendalian atas aset pendasar menjadi pertimbangan utama dalam menentukan apakah transaksi tersebut merupakan pembelian aset tetap, atau merupakan transaksi sewa. Basis for Conclusion IFRS 16 Paragraf 139(b) secara spesifik telah mengecualikan indikator beralihnya hak kepemilikan legal atas aset dalam membedakan apakah suatu transaksi merupakan transaksi sewa atau pembelian aset tetap.

Dalam hal pola fakta untuk hak atas tanah yang bersifat sekunder, seperti misalnya Hak Guna Bangunan (HGB), DSAK IAI mencermati indikasi yang kuat bahwa risiko dan manfaat secara substansial telah dialihkan kepada entitas yang memiliki hak tersebut. Dalam hal ini maka transaksi atas tanah dengan status HGB secara substansi menyerupai pembelian tanah, meskipun hak kepemilkan legal tidak berpindah kepada entitas, sehingga untuk pencatatannya menggunakan PSAK 16.

Namun demikian dalam kondisi transaksi tanah yang statusnya Hak Guna Bangunan (HGB) diatas Hak Pengelolaan (HPL), entitas harus menerapkan perlakuan akuntansi atas transaksi sewa yang diatur dalam PSAK 73. Hal ini terjadi karena entitas tidak memiliki kemampuan untuk mengarahkan penggunaan aset pendasar dan tidak memperoleh secara substansial seluruh sisa manfaat dari aset pendasar tersebut.

Daftar Pustaka: Ikatan Akuntansi Indonsia. PSAK 73: Sewa