KAP TAMBUNAN & NASAFI
Definisi Sewa Pada PSAK 73 / IFRS 16

Sesuai dengan Par. 9 dari PSAK 73, suatu kontrak merupakan, atau mengandung, sewa jika kontrak tersebut memberikan hak untuk mengendalikan penggunaan aset identifikasian selama suatu jangka waktu untuk dipertukarkan dengan imbalan.

Lebih lanjut PSAK 73 memberikan panduan penerapan untuk menilai apakah kontrak merupakan atau mengandung sewa dalam Par. PP09-PP31, sebagai berikut:

  • Apakah selama periode sewa, pelanggan (penyewa) mendapatkan secara substansial seluruh manfaat ekonomik dari penggunaan aset identifikasian; dan
  • apakah pelanggan (penyewa) memiliki hak untuk mengarahkan penggunaan aset identifikasian.

Jika pelanggan atau penyewa mendapatkan kedua hal tersebut diatas maka dapat dipastikan kontrak tersebut mengandung sewa.

Tentu dalam praktiknya diperlukan analisa dan pertimbangan yang lebih dalam untuk menentukan apakah suatu kontrak memenuhi definisi sewa dalam PSAK 73, termasuk apa yang harus dilakukan selanjutnya sesuai dengan PSAK 73. Terkait dengan hal tesebut silahkan untuk menghubungi konsultan kami melalui marketing@kaptnn.com jika anda membutuhkan bantuan lebih lanjut mengenai penerapan PSAK 73.

Sudah bukan rahasia lagi bahwa laporan keuangan yang disajikan secara wajar sangat diperlukan oleh Perusahaan di setiap level usaha Perusahaan tersebut, bukan hanya bagi Perusahaan publik bahkan bagi Perusahaan yang masuk kedalam skala usaha kecil dan menengah. Mengapa?

Berikut adalah beberapa hal yang menurut kami penting bagi setiap Perusahaan untuk memiliki laporan keuangan, diantaranya:

Alat Untuk Mengambil Keputusan

Alat untuk mengambil keputusan, karena Laporan Keuangan akan memberikan anda gambaran mengenai tren bisnis perusahaan saat ini dan masa lampau, menggambarkan seberapa besar kemampuan perusahaan untuk mengumpulkan piutang yang telah jatuh tempo, berapa besar kewajiban anda kepada pemasok atau kreditur lain, termasuk arus kas yang tersedia.

Dengan laporan keuangan yang baik, anda dapat memberikan jasa/produk lebih banyak kepada para pelanggan yang membayar tepat waktu, dan mulai memberikan pembatasan kepada pelanggan yang telah telat membayar lebih dari 90 hari dan masih banyak manfaat lain yang dapat Anda peroleh untuk menggunakan laporan keungan sebagai alat untuk mengambil keputusan.

Salah Satu Persyaratan Utama Untuk Memperoleh Pendanaan

Terkadang Perusahaan membutuhkan pendanaan untuk dapat bertahan atau berkembang dan melakukan ekspansi. Hampir seluruh kreditur pasti akan meminta Laporan Keuangan Perusahaan untuk dapat menganalisa kebutuhan, dan kemampuan Perusahaan sebelum akhirnya memutuskan untuk memberikan atau tidak pendanaan yang dibutuhkan.

Perusahaan Membutuhkan Laporan Keuangan Untuk Kepatuhan

Tidak sedikit Perusahaan yang bergerak pada industri yang telah teregulasi, diharuskan untuk menyusun dan melaporkan laporan keuangan tahunan. Bahkan sesuai dengan amanat UU PT No. 40 Tahun 2007 Pasal 68 dalam keadaan tertentu laporan keuangan tersebut wajib diaudit oleh Kantor Akuntan Publik.

Terkait perpajakan, sebagai suatu Badan Usaha wajib untuk menyampaikan SPT Tahunan yang tentu harus juga menyertakan Laporan Keuangan sebagai dasar dilakukannya perhitungan self-assessment oleh wajib pajak.

Metode Untuk Klasfikasi Beban pada Laporan Laba Rugi berdasarkan PSAK 1

PSAK 1 Penyajian Laporan Keuangan menjelaskan bahwa klasifikasi beban pada Laporan Laba Rugi terbagi menjadi 2 metode, yaitu:

  1. Klasifikasi beban berdasarkan sifat
  2. Klasifikasi beban berdasarkan fungsi

Dari penjelasan di atas, pasti akan timbul pertanyaan, “Bagaimana kita dapat menentukan harus menggunakan klasifikasi berdasarkan sifat atau fungsi?”

PSAK 1 paragraf 99 mempersilahkan entitas untuk memilih sendiri klasifikasi beban mana yang cocok bagi entitas, selama klasifikasi tersebut dapat menyediakan informasi yang andal dan lebih relevan. Untuk dapat menentukannya, simak penjelasan di bawah ini!

  1. Klasifikasi Beban berdasarkan Sifat

Berdasarkan paragraf 102 dalam metode “sifat beban”, Entitas menggabungkan beban dalam laba rugi berdasarkan sifatnya (sebagai contoh, depresiasi, pembelian bahan baku, biaya transportasi, imbalan kerja dan biaya iklan), seperti contoh pada gambar di bawah.

Klasifikasi berdasarkan sifat memberikan informasi atas beban yang dikeluarkan terkait pencapaian aktivitas bisnis Entitas, seperti biaya material (bahan baku), beban pegawai (imbalan kerja), beban peralatan (depresiasi) atau beban aset tidak berwujud (amortisasi), tanpa referensi bagaimana beban tersebut dialokasikan ke dalam fungsi-fungsi dalam bisnis.


Metode ini berguna bagi pengguna laporan keuangan untuk memprediksi arus kas di masa depan, hanya dengan melihat muka Laporan Laba Rugi, sehingga tidak diwajibkan untuk mengungkapkan informasi tambahan dalam laporan keuangan.


Jika dilihat berdasarkan sektor, metode ini umumnya digunakan oleh entitas jasa. Metode pengungkapan ini biasanya digunakan dalam Laporan Laba Rugi single-step pada entitas kecil dimana metode ini relatif lebih praktis dan mudah untuk diimplementasikan. Namun, bagi entitas besar, metode ini mungkin akan menjadi tidak praktis karena beban yang lebih bervariasi.

2. Klasifikasi Beban berdasarkan Fungsi

Berdasarkan paragraf 103 dalam metode “fungsi beban”, entitas mengklasifikasikan beban sesuai dengan fungsinya sebagai bagian dari biaya penjualan atau, sebagai contoh, biaya aktivitas distribusi atau administratif. Sekurang-kurangnya entitas harus mengungkapkan biaya penjualan secara tersendiri, terpisah dari beban lainnya, seperti contoh pada gambar di bawah ini.

Satu garis fungisonal beban dapat terdiri dari berbagai macam variasi beban, misalnya biaya penjualan mungkin mengombinasikan biaya bahan baku dan biaya pegawai. Pengklasifikasian setiap beban ke dalam satu fungsi beban mensyaratkan pertimbagan yang matang dari manajemen.

Metode ini juga mewajibkan pengungkapan tambahan tentang sifat beban. Berdasarkan paragraph 105, hal ini disebabkan karena pengungkapan berdasarkan sifat beban dapat bermanfaat dalam memprediksi arus kas masa depan, maka pengklasifikasian berdasarkan fungsi harus menambahkan pengungkapan tersebut untuk dapat memiliki nilai prediktif.

Pada akhirnya, pengklasifikasian beban berdasarkan fungsi pada Laporan Laba Rugi juga akan mengungkapkan pengklasifikasian beban berdasarkan sifat pada catatan atas laporan keuangan. Dengan pengungkapan yang lebih lengkap, metode ini menjadi lebih relevan bagi pengguna.

Berdasarkan ketentuan OJK VIII.G.7 mengenai Pedoman Penyajian Laporan Keuangan, Laporan Laba Rugi harus disajikan secara fungsional, namun dapat menggunakan metode sifat untuk industri tertentu.

Untuk dapat memilih antara kedua metode klasifikasi di atas, Anda diharuskan untuk memiliki analisis berdasarkan faktor historis dan industri serta sifat entitas, karena setiap metode penyajian memiliki manfaat untuk jenis entitas yang berbeda.

Perubahan Metode Penyajian Laporan Keuangan

Penyajian laporan keuangan diharuskan untuk konsisten, baik dalam penyajian maupuan pengklasifikasian pos-pos. Namun, tidak menutup kemungkinan bagi entitas untuk melakukan perubahan.

Berdasarkan paragraf 45, penyajian dan klasifikasi pos-pos dalam laporan keuangan antar periode dilakukan secara konsisten, kecuali:

  1. Setelah terjadi perubahan yang signifikan terhadapt sifat operasi entitas atau kajian ulang atas laporan keuangan, terlihat secara jelas bahwa penyajian atau pengklasifikasian yang lain akan lebih tepat untuk digunakan dengan mempertimbangkan kriteria untuk penentuan dan penerapan kebijakan akuntansi dalam PSAK 25: Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan; atau
  2. Perubahan tersebut disyaratkan oleh suatu PSAK.

Perubahan metode penyajian dan klasifikasi tidak semerta-merta dapat dilakukan. Atas perubahan tersebut harus ada dasar yang kuat berdasarkan hasil kajian manajemen. Satu-satunya tujuan dari perubahan tersebut adalah untuk menyediakan informasi yang andal dan lebih relevan bagi pengguna.

Bagi entitas yang melakukan perubahan dalam penyajian laporan keuangan, berdasarkan paragraph 41 dan 42, enititas harus mereklasifikasi jumlah komparatif kecuali reklasifikasi tersebut tidak praktis untuk dilakukan.

Dalam beberapa keadaan, reklasifikasi informasi komparatif memang tidak praktis dilakukan. Sebagai contoh, entitas mungkin belum mengumpulkan data dalam periode sebelumnya yang memungkinkan untuk melakukan reklasifikasi, dan mungkin tidak praktis untuk menyusun kembali informasi tersebut.

Jika entitas mereklasifikasi jumlah komparatif, maka entitas mengungkapkan:

  1. Sifat reklasifikasi;
  2. Jumlah setiap pos atau kelas pos yang direklasifikasi; dan
  3. Alasan reklasifikasi.

Jika reklasifikasi jumlah komparatif tidak praktis untuk dilakukan, maka entitas mengungkapkan:

  1. Alasan tidak mereklasifikasi jumlah tersebut, dan
  2. Sifat penyesuaian yang seharusnya dilakukan jika jumlah tersebut direklasifikasi.

Sumber:

Ikatan Akuntan Indonesia. (2021). Standar Akuntansi Keuangan – PSAK 1: Penyajian Laporan Keuangan.

Durant, Denise. (2017). Analysis of expenses by function and by nature. [Online]. Available at: https://www.ifrs.org/content/dam/ifrs/meetings/2017/september/iasb/pfs/ap21b-primary-financial-statements.pdf

Otoritas Jasa Keuangan. (2012). VIII.G.7 Pedoman Penyajian Laporan Keuangan.

Perbedaan Antara Fair Value dengan Net Realizable Value

Berikut adalah contoh kasus yang diharapkan dapat memberikan gambaran lebih jelas atas perbedaan konsep nilai dari nilai wajar dengan nilai realisasi neto.

Sebuah perusahaan tambang emas memiliki persediaan berupa emas. Harga emas saat ini per ton adalah sebesar Rp1 Milyar. Saat ini entitas juga memiliki janji untuk menyerahkan emas tersebut dalam suatu kontrak forward dengan nilai Rp1,2 Milyar.

Dalam konteks kasus dan informasi yang disediakan diatas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa nilai wajar dari persediaan yang dimiliki perusahaan adalah sebesar Rp1 Milyar, dan nilai realisasi neto dari persediaan tersebut adalah sebesar Rp1, 2 Milyar.

Jika Anda membutuhkan penjelasan lebih lanjut mengenai penerapan suatu PSAK/IFRS di Perusahaan Anda silahkan menghubungi kami via e-mail di marketing@kaptnn.com atau via whatsapp di +6281280480019.

Pengukuran Persediaan Sesuai Dengan PSAK 14 “Persediaan”

Sesuai dengan PSAK 14 “Persediaan” Par. 09, Persediaan diukur pada mana yang lebih rendah antara biaya perolehan dan nilai realisasi neto.

Ini sebenarnya adalah pengujuan penurunan nilai secara implisit yang diatur dalam PSAK 14, sehingga dengan demikian Persediaan dikecualikan dari ruang lingkup penurunan nilai pada PSAK 48 “Penurunan Nilai Aset”.

Untuk dapat menentukan mana yang lebih rendah antara biaya perolehan dan nilai realisasi neto kita perlu pahami terlebih dahulu apa saja komponen pembentuk dari kedua variabel tersebut.

Biaya perolehan meliputi:

  • Biaya pembelian, termasuk pajak yang tidak terpulihkan, biaya pengurusan dan transportasi;
  • Setelah dikurangi diskon dagang, rabat dan item serupa lain;
  • Biaya konversi;
  • Biaya lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat ini.

Contoh biaya yang dikeluarkan dari biaya persediaan dan diakui sebagai beban dalam periode terjadinya adalah:

  • Jumlah yang tidak normal atas pemoorosan bahan, tenaga kerja atau biaya produksi lainnya;
  • Biaya penyimpanan;
  • Overhead administrasi yang tidak memberikan kontribusi untuk membuat persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat ini; dan
  • biaya penjualan

Sedangkan nilai realisasi neto adalah estimasi harga jual dalam kegiatan usaha normal dikurangi estimasi biaya penyelesaiaan dan estimasi biaya yang diperlukan untuk membuat penjualan.

Contoh Kasus:

PT Sparepart adalah Perusahaan yang menyediakan suku cadang untuk produsen otomotif ternama di Indonesia. Pada akhir tahun buku diketahui bahwa nilai persediaan yang dimiliki oleh PT Sparepart bernilai Rp1 Miliar.

Namun kemudian pada bulan Januari tahun berikutnya produsen otomotf menyampaikan bahwa akan ada perubahan model mobil kepada publik, informasi yang sama telah disampaikan sebelumnya kepada pimpinan PT Sparepart sebelum akhir tahun buku. Perubahan model ini menyebabkan persediaan yang dimiliki oleh PT Sparepart menjadi usang (karena sparepart tidak dapat digunakan pada model yang baru), sehingga diestimasi bahwa nilai realisasi neto persediaan PT Sparepart pada akhir tahun hanya bernilai Rp850 Juta.

Terkait dengan hal ini, maka jurnal akuntansi yang perlu dibukukan oleh PT Sparepart pada akhir tahun adalah:

Dr. Biaya Penurunan Nilai Persediaan Rp150Jt

Cr. Penurunan Nilai NRV Persediaan Rp150Jt

Demikian penjelasan dan ilustrasi kasus untuk penerapan prinsip penilaian atas Persediaan sesuai dengan PSAK 14.

Jika Anda membutuhkan penjelasan lebih lanjut mengenai penerapan suatu PSAK/IFRS di Perusahaan Anda silahkan menghubungi kami via e-mail di marketing@kaptnn.com atau via whatsapp di +628118888518.

Penyajian Laporan Posisi Keuangan (Neraca)

Laporan posisi keuangan/ Neraca adalah komponen pertama dari suatu Laporan Keuangan lengkap berdasarkan pada PSAK 1 “Penyajian Laporan Keuangan”.

Sesuai dengan PSAK 1, suatu laporan posisi keuangan harus disajikan dengan cara menyajikan secara terpisah komponen yang lancar dengan yang tidak lancar; atau menyajikan komponen tersebut berdasarkan pada urutan likuiditasnya.

Berikut adalah komponen laporan posisi keuangan yang disajikan sebagai aset lancar, namun tidak terbatas pada:

  • Kas/ Kas dan Bank/ Kas dan Setara Kas;
  • Aset yang dimiliki untuk tujuan diperdagangkan, atau diharapkan untuk direalisasikan dalam waktu 12 bulan;
  • Aset yang diharapkan untuk direalisasikan atau diharapkan untuk dijual atau digunakan dalam siklus operasi normal Perusahaan.

Berikut adalah komponen laporan posisi keuangan yang disajikan sebagai liabilitas lancar, namun tidak terbatas pada:

  • Liabilitas yang diharapkan untuk diselesaikan dalam siklus operasi normal Perusahaan;
  • Liabilitas yang dimiliki untuk tujuan diperdagangkan;
  • Liabilitas yang akan jatuh tempo dalam waktu 12 bulan; atau
  • Liabilitas yang dimana Perusahaan tidak memiliki hak untuk menunda penyelesaian liabilitas setidaknya untuk 12 bulan kedepan.

Selain itu terdapat beberapa informasi yang harus disajikan dalam bagian muka dari laporan posisi keuangan sebagaimana tertulis dalam PSAK 1 Par. 54 diantaranya:

  • Aset tetap;
  • Properti Investasi;
  • Aset takberwujud;
  • Aset keuangan;
  • Investasi yang dicatat dengan menggunakan metode ekuitas;
  • Aset biologis dalam ruang lingkup PSAK 69: Agrikultur;
  • Persediaan;
  • Piutang usaha dan piutang lain;
  • Kas dan setara kas;
  • Total aset yang diklasifikasikan sebagai aset yang dimiliki untuk dijual dan aset yang termasuk dalam kelompok lepasan yang diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual sesuai dengan PSAK 58: Aset Tidak Lancar yang Dikuasai untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan;
  • Utang usaha dan utang lain;
  • Provisi;
  • Liabilitas keuangan;
  • Liabilitas dan aset untuk pajak kini sebagaimana didefinisikan dalam PSAK 46: Pajak Penghasilan;
  • Liabilitas dan aset pajak tangguhan;
  • Liabilitas yang termasuk dalam kelompok lepasan yang diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual sesuai dengan PSAK 58;
  • Kepentingan nonpengendali, disajikan sebagai bagian dari ekuitas; dan
  • Modal saham dan cadangan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk.
Komponen Laporan Keuangan Lengkap

Seringkali kita menemukan masih adanya kesalahpahaman mengenai definisi laporan keuangan antara mereka yang miliki latar belakang pendidikan ekonomi dan selain daripada itu.

Kesalahan umum yang paling sering terjadi adalah ketika membahas mengenai laporan keuangan, sebagian besar orang masih merefer hal tersebut secara sempit pada laporan laba rugi, sederhananya karena memang ini yang menjadi titik perhatian utama dari pemilik perusahaan.

Namun demikian menurut PSAK 1 “Penyajian Laporan Keuangan” yang dimaksud dengan suatu laporan keuangan lengkap berdasarkan pada PSAK 1 Par. 10 itu harus memiliki komponen-komponen berikut:

  1. Laporan Posisi Keuangan pada akhir periode;
  2. Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif lain selama periode;
  3. Laporan Perubahan Ekuitas selama periode;
  4. Laporan Arus Kas selama periode;
  5. Catatan Atas Laporan Keuangan, berisi kebijakan akuntansi yang signifikan dan informasi penjelasan lain;
  6. Informasi komparatif mengenai periode terdekat sebelumnya; dan
  7. Laporan posisi keuangan pada awal periode terdekat sebelumnya ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya.

Sehingga dengan merujuk pada standar akuntansi keuangan yang berlaku sekarang kita menjadi memiliki persepsi yang sama tentang apa yang dimaksud dengan Laporan Keuangan lengkap.

Sebagai catatan, suatu software akuntansi ataupun ERP belum dapat menyajikan laporan keuangan lengkap secara utuh, jika memang sistem tersebut cukup baik mereka baru mampu menyajikan komponen 1 – 4 dari 7 komponen diatas secara langsung dari sistem.

Jika Anda membutuhkan penyusunan laporan keuangan lengkap yang sesuai dengan Standar Akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau IFRS silahkan menghubungi kami via e-mail di marketing@kaptnn.com atau whatsapp kami di +6281280480019.

Laporan Keuangan Badan (PT) yang belum diaudit, masuk kategori high risk dan berpotensi diperiksa Pajak

Berdasarkan Undang-Undang PT No. 40 Tahun 2007 Pasal 68 Ayat 1 huruf F, Perusahaan yang memiliki total aset dan atau omzet dengan jumlah paling sedikit Rp50 Miliar, wajib untuk menyerahkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik untuk keperluan pelaporan keuangannya (Laporan Keuangan Tahunan dan SPT Tahunan Badan).

Namun sangat disayangkan sekali masih banyak Perusahaan yang sebenarnya telah memenuhi persyaratan dalam Undang-Undang tersebut namun belum memiliki Laporan Keuangan Audit.

Berdasarkan catatan Ditjen Pajak (DJP) atas data tahun pajak 2019. Wajib Pajak badan berbentuk PT yang laporan keuangannya belum diaudit memilki kecenderungan untuk ditetapkan sebagai wajib pajak berisiko tinggi oleh Compliance Risk Management (CRM) pemeriksaan dan pengawasan.

“Ada 65% wajib pajak risiko tinggi yang belum dilakukan audit. Boleh jadi mereka ini ada kesalahan di sana karena ketidakmengertian atau mungkin kesengajaan”, ujar Direktur Data dan Informasi Perpajakan DJP Dasto Ledyanto, Selasa (7/09/2021).

Berdasarkan analisis CRM pemeriksaan dan pengawasan atas data tahun pajak 2019, 65% PT yang dikategorikan sebagai wajib pajak berisiko tinggi adalah PT yang laporan keuangannya belum diaudit.

Selain risiko tersebut, banyak manfaat dari pelaksanaan Audit atas Laporan Keuangan oleh Kantor Akuntan Publik.

Apakah Perbedaan Antara Accounting Software dengan ERP

Tentu kita sering sekali mendengar istilah accounting software dan ERP, dan seringkali kita secara tidak sadar menggunakan kedua istilah ini seolah-olah tidak ada perbedaan diantara keduanya.

Sebenarnya adakah perbedaan diantara keduanya? Jika kita melihat berdasarkan pada capability atau kemampuan dari kedua istilah ini, secara sederhana bisa kita simpulkan bahwa accounting software adalah salah satu modul yang membentuk ERP, atau dengan kata lain ERP memiliki kapabilitas yang lebih lengkap jika dibandingkan dengan accounting software.

Lalu kemudian apa sajakah yang membedakan kedua istilah ini?

  1. ERP Software merupakan suatu kumpulan komponen, dimana Accounting Software hanya salah satu komponen pembentuknya.
    • Hal ini karena dalam suatu ERP Software terdapat berbagai macam modul didalamnya, seperti HR Management Module, Customer Relationship Management (CRM), Performance Management dan juga Accounting Module; sehingga terlihat jelas disini bahwa kapabilitas Accounting Software hanyalah sebatas kemampuan salah satu modul dari ERP Software.
  2. Suatu Accounting Software tidak dibuat secara spesifik untuk suatu industri tertentu;
    • Meskipun terkadang pada Accounting Software menawarkan pembeda untuk suatu industri tertentu namun umumnya pembagian hanya sebatas, apakah Perusahaan Manufaktur, atau Perdagangan dan Jasa dimana pada Accounting Software perbedaanya hanya pada susunan GL default yang disediakan, namun secara keseluruhan tidak ada perbedaan pada Accounting Software tersebut;
    • Berbeda dengan Accounting Software pada ERP ada penambahan modul industri spesifik seperti Property Management, Assurance Advisory and Audit, Construction Management, Contracting Operations, dan Manufacturing Management yang semuanya akan memiliki perbedaan dalam hal tidak hanya GL default pada modul Accounting tapi juga pada modul lainnya.
  3. Accounting Software dan ERP Software keduanya belum tentu sesuai dengan PSAK terkini
    • Seperti kita ketahui, PSAK yang sudah konvergensi dengan IFRS sering terjadi perubahan dan atau pembaharuan, baik Accounting Software maupun ERP Software memiliki keterbatasan dalam hal tersebut, misal perhitungan Expected Credit Loss pada PSAK 71, assessment pengakuan pendapatan pada PSAK 72, ataupun perhitungan dan pengakuan akuntansi sewa sesuai dengan PSAK 73.
    • Terkait dengan keterbatasan tersebut, intervensi manual dari manajemen dengan dibantu jasa Accounting Service dibutuhkan untuk mengatasi kendala tersebut.
  4. Accounting Software tidak memiliki kemampuan terkait employee management dan atau Customer Relationship Management
    • Yang kami maksud keterbatasan disini adalah dalam contoh employee management terkait dengan pemberian tugas kepada karyawan, assessment hasil tugas yang dilaksanakan karyawan, employee management terkait dengan cuti, ijin dan pertanggung jawabannya termasuk proses rekrutmen.
    • Terkait dengan Customer Relationship Management salah satu modul dalam ERP ini tidak hanya sebatas mencatat daftar pelanggan namun juga lebih dari itu, mulai dari kontak, follow up dan hal lain yang lebih mendetail lagi yang tidak tersedia pada modul daftar pelanggan yang tersedia di Accounting Software.
  5. Accounting Software memiliki keterbatasan terkait dengan kemampuan untuk dapat menyediakan informasi secara real time terkait dengan bisnis secara keseluruhan
    • Yang kami maksud keterbatasan disini adalah lebih pada karena Accounting Software yang sifatnya bertindak sebagai sistem pencatatan yang datanya secara umum baru akan diupdate secara periodik misalnya satu bulan sekali, sedangkan misalnya jika dengan ERP kita bisa dengan mudah mengetahui misalnya potensi utang gaji yang harus kita bayar akhir bulan ini karena adanya perekrutan karyawan baru yang dimana informasi ini disimpan pada HR Management Module yang terpisah dari Accounting Software namun menjadi satu kesatuan sistem pada ERP Software.
  6. Dari sisi biaya, Accounting Software jauh lebih terjangkau
    • Dengan keterbatasan kapabilitas, sangat masuk akal jika biaya untuk Accounting Software lebih murah jika dibandingkan dengan ERP Software.
    • Analisa mengenai kebutuhan solusi apa yang dibutuhkan oleh Perusahaan, perlu dilakukan sehingga dapat lebih efisien dalam menentukan mana yang lebih sesuai untuk Perusahaan saat ini apakah cukup Accounting Software atau ERP Software memang sudah diperlukan Perusahaan saat ini.

KAP Tambunan & Nasafi merupakan Registered Partner dengan Certified Consultant untuk beberapa Accounting Sofware dan ERP Software di Indonesia, silahkan kontak kami jika ada memiliki pertanyaan atau kebutuhan terkait dengan hal ini.